1. Nama
Bangunan
Gereja GPIB Immanuel Semarang atau lebih dikenal Gereja Blenduk (kadang-kadang dieja Gereja Blendug dan seringkali
dilafazkan sebagai mBlendhug) adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang
dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan
bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja ini sesungguhnya bernama Gereja
GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 32. Nama Blenduk adalah julukan dari
masyarakat setempat yang berarti kubah.
2. Sejarah
Bangunan Gereja Blenduk Bangunan kuno Gereja Blenduk,
berlokasi di jalan Letjend Suprapto no. 32, Semarang. Kawasan tempat
keberadannya adalah kota lama (kolonial) Semarang, dan gereja ini merupakan
tetenger (landmark) kawasan ini yang sudah sangat dikenal . Bangunan yang
merupakan salah satu peninggalan Belanda ini, dibangun pada abad XVIII. Kawasan
kota lama Semarang, awalnya adalah daerah permukiman terawal bagi orang-orang
Belanda di Indonesia. Dalam perkembangannya, lingkungan ini merupakan asal mula
pembentukan kota Semarang.
3. Fungsi
awal dan sekarang
Sejak dibangun, gereja ini merupakan tempat
peribadatan umat Kristen Protestan, hal ini berkaitan dengan mayoritas bangsa
Belanda yang datang ke Indonesia (Nusantara) pada awalnya –tak terkecuali
anggota Persekutuan Dagang Hindia Belanda/Vereenigde Oost Indische Compagnie
(VOC)- ketika itu, adalah pemeluk agama Kristen Protestan. Hingga kini, gereja
ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah bagi umatnya.
I. 4. Tata
Letak Bangunan
Letak bangunan GPIB Imanuel berada di pinggir jalan
raya, di atas tanah seluas 31,25 ha dengan luas bangunan 400 m², berbatasan
dengan kantor GPEI (Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia) di sebelah Barat;
rumah pastori di sebelah Utara; taman di sebelah Timur, dan gedung asuransi
Jiwa Raya di sebelah Selatan. Lahan yang luas memberi kemudahan akses masuk,
sekaligus dimanfaatkan sebagai area parkir kendaraan untuk jemaat. Bangunan
gereja menghadap arah Selatan untuk menghindari sinar matahari langsung. Adanya
taman yang mengelilingi bangunan, membawa keteduhan dan kesejukan dipagi hari,
memberi kesan menyatunya bangunan dengan lingkungannya. Taman berguna untuk
mengurangi masuknya sinar matahari dan tampias air hujan.
I. 5. Arsitek
Gereja Blenduk
Arsitek awal yang membangun tidak diketahui.
Pada di tahun 1894-1895 W. Westmaas dan HPA de Wilde melakukan renovasi
besar-besaran dengan menambah 2 buah menara sehingga bentuk arsitekturalnya
terlihat lebih anggun.
I. 6. Langgam
Arsitektur Gereja Blenduk
Interior GPIB Imanuel Semarang merupakan perwujudan budaya Indis sebagai
bentuk pencampuran budaya Eropa dan Jawa, yang terjadi akibat adanya interaksi
dan adaptasi antara bangsa Barat dengan masyarakat pribumi. Pada interior
gereja ditemukan
adanya pengaruh gaya kolonial yang dominan dan beberapa gaya lain yang
mempengaruhi perkembangan gaya kolonial di Indonesia pada saat itu. Gaya
Indische Empire Style yang berkembang periode tahun 1850-1900 pada interior
GPIB Imanuel Semarang, merupakan wujud dari penyesuaian gaya kolonial dengan
keadaan iklim di Indonesia. Gaya lain yang mempengaruhi yakni gaya Renaissance,
gaya Art Nouveau, gaya Art Deco, dan gaya Art and Craft yang berkembang pada
tahun 1800-1900an. Gaya-gaya Eropa itu kemudian beradaptasi dengan keadaan lingkungan,
iklim, dan budaya di Jawa.
Ciri khusus yang nampak pada bangunan ini adalah bangunan bagian dalamnya
yang sangat unik, bangunan yang sangat megah ini ruangan dalamnya tidak begitu
luas. Hal ini dikarenakan dinding Gereja Blenduk yang tebalnya tiga kali
dinding bangunan yang lainnya. Gereja ini memiliki dua buah menara di kiri dan
kanan, yang denah dasarnya berbentuk bujur sangkar tetapi pada lapisan paling
atas berbentuk bundar. Bentuk bangunan dari Gereja Blenduk yang memang khas
dengan bentuk bangunan Kolonial Belanda.
Sumber
: https://onlinesore.wordpress.com/2017/07/16/gereja-blendhuk-arsitektur-warisan-budaya-indis/
Pintu
masuk utama terletak di sisi selatan berupa portico. Portico adalah teras atau
selasar pada arsitektur gaya romawi dengan pilar-pilar tinggi besar berbentuk
bulat berjumlah 4 buah. Di sekeliling bangunan terdapat jendela-jendela
berukuran besar khas bangunan kolonial dan dihias dengan kaca patri.
Kubah Gereja Blenduk berbentuk oktagonal (segi delapan) terbuat dari
tembaga, bentuknya mirip dengan Gereja Immanuel di Jl. Merdeka Timur Jakarta.
Kubah terlihat kokoh sampai kini kerena ditopang oleh 8 rangka baja besar dan
24 buah berukuran lebih kecil.
Ada 2 menara berdiri anggun di seisi sebelah barat dan timur bangunan,
mengapit pintu masuk utama yang menghadap Jl. Letjen Suprapto. Bagian bawah dan
tengah menara berbentuk segi empat, sedangkan di bagian atas berbentuk bulat,
atapnya ditutup dengan kubah kecil.
I. 7. Denah
Gereja Blenduk
Gereja Blenduk memiliki denah octagonal atau segi
delapan beraturan dengan ruang induk di tengah, tepat di bawah kubah. Di bagian
atas gereja, tepatnya di balkon masih terlihat organ (orgel) peninggalan jaman
Belanda yang sudah berusia ratusan tahun. Sayang orgel ini sudah tidak bisa
difungsikan lagi sebagai pengiring saat jemaah gereja bernyanyi.
Bangunan dua lantai berpenataan close plan ini, lantai
satu/dasarnya diperuntukkan bagi Ruang Jemaat, sedangkan lantai dua/atas berupa
balkon. Visualisasinya disajikan dalam gambar-gambar berikut ini.
Denah
lantai 1
Denah
lantai 2
Tampak
Depan
Potongan
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar