Minggu, 03 Juni 2018

GPIB Immanuel Semarang


                   1.  Nama Bangunan

  

     Gereja GPIB Immanuel Semarang atau lebih dikenal Gereja Blenduk (kadang-kadang dieja Gereja Blendug dan seringkali dilafazkan sebagai mBlendhug) adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja ini sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 32. Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah.

            2.  Sejarah
     Bangunan Gereja Blenduk Bangunan kuno Gereja Blenduk, berlokasi di jalan Letjend Suprapto no. 32, Semarang. Kawasan tempat keberadannya adalah kota lama (kolonial) Semarang, dan gereja ini merupakan tetenger (landmark) kawasan ini yang sudah sangat dikenal . Bangunan yang merupakan salah satu peninggalan Belanda ini, dibangun pada abad XVIII. Kawasan kota lama Semarang, awalnya adalah daerah permukiman terawal bagi orang-orang Belanda di Indonesia. Dalam perkembangannya, lingkungan ini merupakan asal mula pembentukan kota Semarang.

3.  Fungsi awal dan sekarang
     Sejak dibangun, gereja ini merupakan tempat peribadatan umat Kristen Protestan, hal ini berkaitan dengan mayoritas bangsa Belanda yang datang ke Indonesia (Nusantara) pada awalnya –tak terkecuali anggota Persekutuan Dagang Hindia Belanda/Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC)- ketika itu, adalah pemeluk agama Kristen Protestan. Hingga kini, gereja ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah bagi umatnya.

        I.        4.  Tata Letak Bangunan
     Letak bangunan GPIB Imanuel berada di pinggir jalan raya, di atas tanah seluas 31,25 ha dengan luas bangunan 400 m², berbatasan dengan kantor GPEI (Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia) di sebelah Barat; rumah pastori di sebelah Utara; taman di sebelah Timur, dan gedung asuransi Jiwa Raya di sebelah Selatan. Lahan yang luas memberi kemudahan akses masuk, sekaligus dimanfaatkan sebagai area parkir kendaraan untuk jemaat. Bangunan gereja menghadap arah Selatan untuk menghindari sinar matahari langsung. Adanya taman yang mengelilingi bangunan, membawa keteduhan dan kesejukan dipagi hari, memberi kesan menyatunya bangunan dengan lingkungannya. Taman berguna untuk mengurangi masuknya sinar matahari dan tampias air hujan.

        I.         5.  Arsitek Gereja Blenduk
     Arsitek awal yang membangun tidak diketahui. Pada di tahun 1894-1895 W. Westmaas dan HPA de Wilde melakukan renovasi besar-besaran dengan menambah 2 buah menara sehingga bentuk arsitekturalnya terlihat lebih anggun.


        I.        6.  Langgam Arsitektur Gereja Blenduk
     Interior GPIB Imanuel Semarang merupakan perwujudan budaya Indis sebagai bentuk pencampuran budaya Eropa dan Jawa, yang terjadi akibat adanya interaksi dan adaptasi antara bangsa Barat dengan masyarakat pribumi. Pada interior gereja ditemukan
adanya pengaruh gaya kolonial yang dominan dan beberapa gaya lain yang mempengaruhi perkembangan gaya kolonial di Indonesia pada saat itu. Gaya Indische Empire Style yang berkembang periode tahun 1850-1900 pada interior GPIB Imanuel Semarang, merupakan wujud dari penyesuaian gaya kolonial dengan keadaan iklim di Indonesia. Gaya lain yang mempengaruhi yakni gaya Renaissance, gaya Art Nouveau, gaya Art Deco, dan gaya Art and Craft yang berkembang pada tahun 1800-1900an. Gaya-gaya Eropa itu kemudian beradaptasi dengan keadaan lingkungan, iklim, dan budaya di Jawa.
     Ciri khusus yang nampak pada bangunan ini adalah bangunan bagian dalamnya yang sangat unik, bangunan yang sangat megah ini ruangan dalamnya tidak begitu luas. Hal ini dikarenakan dinding Gereja Blenduk yang tebalnya tiga kali dinding bangunan yang lainnya. Gereja ini memiliki dua buah menara di kiri dan kanan, yang denah dasarnya berbentuk bujur sangkar tetapi pada lapisan paling atas berbentuk bundar. Bentuk bangunan dari Gereja Blenduk yang memang khas dengan bentuk bangunan Kolonial Belanda. 



     Pintu masuk utama terletak di sisi selatan berupa portico. Portico adalah teras atau selasar pada arsitektur gaya romawi dengan pilar-pilar tinggi besar berbentuk bulat berjumlah 4 buah. Di sekeliling bangunan terdapat jendela-jendela berukuran besar khas bangunan kolonial dan dihias dengan kaca patri.


     Kubah Gereja Blenduk berbentuk oktagonal (segi delapan) terbuat dari tembaga, bentuknya mirip dengan Gereja Immanuel di Jl. Merdeka Timur Jakarta. Kubah terlihat kokoh sampai kini kerena ditopang oleh 8 rangka baja besar dan 24 buah berukuran lebih kecil.
     Ada 2 menara berdiri anggun di seisi sebelah barat dan timur bangunan, mengapit pintu masuk utama yang menghadap Jl. Letjen Suprapto. Bagian bawah dan tengah menara berbentuk segi empat, sedangkan di bagian atas berbentuk bulat, atapnya ditutup dengan kubah kecil.

        I.         7.  Denah Gereja Blenduk
     Gereja Blenduk memiliki denah octagonal atau segi delapan beraturan dengan ruang induk di tengah, tepat di bawah kubah. Di bagian atas gereja, tepatnya di balkon masih terlihat organ (orgel) peninggalan jaman Belanda yang sudah berusia ratusan tahun. Sayang orgel ini sudah tidak bisa difungsikan lagi sebagai pengiring saat jemaah gereja bernyanyi.
     Bangunan dua lantai berpenataan close plan ini, lantai satu/dasarnya diperuntukkan bagi Ruang Jemaat, sedangkan lantai dua/atas berupa balkon. Visualisasinya disajikan dalam gambar-gambar berikut ini.

Denah lantai 1

Denah lantai 2

Tampak Depan

Potongan




Daftar Pustaka :